Rabu, 09 Juni 2010

Menulis Itu Tidak Gampang OPINI Johan Wahyudi


Menulis itu termasuk kegiatan kompleks. Semua organ tubuh bergerak, baik organ luar maupun organ dalam. Menulis membutuhkan gerakan organ luar tentu dapat dilihat dari aktivitas jari yang cekatan memilih huruf dan tanda baca. Sekali-sekali, dahi berkerut sebagai tanda berpikir. Menulis juga membutuhkan gerakan organ dalam. Ini dapat dilihat dari peta konsep, peta pikiran, kemampuan berkreasi dan memainkan kata, diksi, penyusunan kalimat, dan penciptaan koherensi wacana. Jadi, adalah bohong besar jika dikatakan bahwa menulis itu gampang.
Menulis itu dapat diibaratkan belajar naik sepeda. Awalnya tentu belajar teori bersepeda. Setelah wawasan bersepeda dikuasai, dia harus membeli sepeda. Setelah mempunyai sepeda, dia harus berlatih naik sepeda. Dia pasti akan mengalami kejadian tidak mengenakkan: lutut berdarah, kepala bocor, kulit lecet dan lain-lain.
Namun, semua akan terbayar lunas ketika dia sudah mahir bersepeda. Bahkan, diminta untuk istirahat saja, dia tidak mau. Dia tidak mempedulikan perut lapar, panasnya terik matahari, atau hujan deras. Semua itu disebabkan hatinya senang: bisa bersepeda.
Seorang penulis tentu harus belajar dari analogi di atas. Dia harus belajar teori menulis. Setelah teori dikuasai, dia harus belajar menerapkan teori itu. Selama proses belajar, pengalamannya harus dijadikan sumber pelajaran berharga baginya. Salah memilih kata, dicoret-coret, lalu mengetik lagi. Sudah menulis, disalahkan ejaan dan tanda baca, dikirim dan disalahkan lagi. Menulis semalam suntuk, dikirim ke koran, dan tidak dimuat. Semua itu adalah hal biasa.
Namun, semua akan terbayar lunas ketika kabar baik diterimanya: tulisannya dimuat. Wouw, itulah hadiah paling istimewa bagi penulis pemula. Tulisannya terpampang di koran dan dilengkapi fotonya. Wouw, alangkah bangganya. Semua rasa capek, ngantuk, dan pusing hilang seketika. Itulah bayaran bagi penulis yang teguh pendirian: tidak mudah menyerah.
Saya mengawali profesi sebagai penulis dari menulis surat pembaca. Setelah itu, saya mencoba menulis berita kegiatan sekolah. Selanjutnya, saya belajar menulis artikel. Tulisan pertama saya berjudul Gerakan ‘Bubur Panas Raksasa’ Biang Meletusnya Gunung Berapi. Tulisan itu dimuat di Kedaulatan Rakyat, Minggu Pon, 24 April 1994 dan diberi honor Rp 35.000,00. Terus dan terus menulis hingga dapat menyelesaikan berpuluh-puluh buku, modul, dan semua bentuk tulisan (jurnal, esai, feature, artikel). Jadi, kunci penulis sukses itu hanya satu: ketekunan. Itu jawaban saya kepada mahasiswa saya. Semoga berkenan. (www.gurumenulisbuku.blogspot.com)



Ketika mengajar tadi, seorang mahasiswaku berkata, “Pak Johan, ternyata menulis itu sulit. Baru menulis satu kalimat saja, tiba-tiba ide saya sudah habis.” Mendengar pernyataan itu, saya hanya tersenyum.
Ya, menulis itu memang sulit. Di kompasiana, saya sering menjumpai tulisan provokatif yang menyatakan bahwa menulis itu gampang. Kalau memang gampang, saya mau koq menjadi siswanya. Enak saja dia bilang begitu.

MENJADI WANITA PALING BAHAGIA DI DUNIA


TIDAK... Bagi sikap yang selalu menghabiskan waktu bersama para pengangguran, dan memboroskan waktu berjam-jam untuk bergurau dan bermain.

TIDAK... Bagi perilaku acuh terhadap kebersihan dan keharuman tubuh, serta masa bodoh dengan tempat tinggal dan ketertiban lingkungan.

TIDAK... Bagi setiap minuman yang haram, rokok, dan segala sesuatu yang kotor dan najis.

TIDAK... Bagi sikap yang selalu mengingat-ingat kembali musibah yang telah lalu, bencana yang telah terjadi, atau kesalahan yang terlanjur dilakukan.

TIDAK... Bagi perilaku yang melupakan akhirat, yang lalai membekali dirinya dengan amal saleh untuk menyongsongnya, dan yang lengah dari peringatan tentang kedahsyatannya.

TIDAK... Bagi perangai membuang-buang harta benda dalam perkara-perkara yang haram, berlaku boros dalam perkara-perkara yang mubah, dan perilaku yang dapat memangkas perkara-perkara ketaatan.

YA... Untuk senyummu yang cantik, yang mengirimkan cinta, dan mengutus kasih sayang bagi orang lain.

YA... Untuk kata-katamu yang baik, yang membangun persahabatan dan menghapuskan rasa benci.

YA... Untuk sedekahmu yang dikabulkan, yang membahagiakan orang-orang miskin, menyenangkan orang-orang fakir, dan mengenyangkan orang-orang lapar.

YA... Untuk kesediaanmu duduk bersama Al-Qur'an seraya membaca, merenungi, dan mengamalkannya, sambil bertaubat dan beristighfar.

YA... Untuk kesediaanmu berdzikir, beristighfar, tenggelam dalam doa, dan senantiasa memperbaiki taubatmu.

YA... Untuk usahamu dalam mendidik anak-anakmu dengan agama, sunnah, dan nasihat yang bermanfaat bagi mereka.

YA... Untuk rasa malumu dan hijab (penutup aurat) yang diperintahkan Allah, karena hanya itulah cara untuk menjaga dan memelihara dirimu.

YA... Untuk pergaulanmu dengan wanita-wanita yang baik dan takut kepada Allah, mencintai agama dan menghormati nilai-nilainya.

YA... Untuk baktimu terhadap orangtua, silaturahim pada saudaramu, menghormati tetangga, dan menyantuni anak-anak yatim.

YA... Untuk membaca sesuatu yang bermanfaat dengan menelaah buku yang menarik dan berfaedah, buku yang menyenangkan dan memberi tuntunan.

Sumber : Dikutip dari buku Menjadi Wanita Paling Bahagia di Dunia DR. Aidh al-Qarni



Penulis: li4ni

TIDAK... Bagi perbuatan yang dapat menyia-nyiakan umurmu, seperti senang membalas dendam dan berselisih dengan perkara yang tidak ada kebaikan di dalamnya.

TIDAK... Bagi sikap yang lebih mengutamakan harta benda dan mengumpulkannya, ketimbang sikap arif untuk menjaga kesehatanmu, kebahagiaanmu, dan waktu istirahatmu.

TIDAK... Bagi perangai yang suka memata-matai kesalahan orang lain, menggunjing aib orang lain (ghibah) dan melupakan aib diri sendiri.

TIDAK... Bagi perangai yang suka mabuk kepayang dengan kesenangan hawa nafsu, menuruti segala tuntutan dan keinginannya.